Bercanda sering diiperlukan untuk menghilangkan
kejenuhan dan menciptakan keakraban, namun tentunya bila disajikan
dengan bagus sesuai porsinya dan melihat kondisi yang ada. Sebab, setiap tempat dan suasana memang ada bahasa yang tepat untuk diutarakan.
Bercanda Ada Batasannya
Pada dasarnya, bercanda hukumnya boleh, asalkan tidak keluar dari
batasan-batasan syariat. Sebab, Islam tidak melarang sesuatu yang
bermanfaat dan dibutuhkan oleh manusia sebagaimana Islam melarang
hal-hal yang membahayakan dan tidak diperlukan oleh manusia. Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu berkata, “Bergaullah kamu dengan manusia (namun)
agamamu jangan kamu lukai.” (Shahih al-Bukhari, Kitabul Adab)
Ada beberapa hal yang semestinya diperhatikan oleh seorang ketika bercanda, di antaranya:
1. Tidak bercanda dengan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hukum syariat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Musa ‘alaihissalam
ketika menyuruh kaumnya (bani Israil) untuk menyembelih sapi.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.”
Mereka berkata, “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa
menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang
dari orang-orang yang jahil.” (al-Baqarah: 67)
Maksudnya, aku (Musa) tidaklah bercanda dalam hukum-hukum agama
karena hal itu adalah perbuatan orang-orang yang bodoh. (Faidhul Qadir
3/18)
2. Tidak berdusta dalam bergurau
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya, “Sesungguhnya
saya bercanda dan saya tidaklah mengatakan selain kebenaran.” (HR.
Ath-Thabarani dalam al-Kabir dari jalan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma.
Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakannya shahih dalam Shahih
al-Jami’)
3. Tidak menghina orang lain
Misalnya, menjelek-jelekkan warna kulit seseorang dan cacat fisiknya.
4. Tidak bercanda di saat seseorang dituntut untuk serius
Sebab, hal ini bertentangan dengan adab kesopanan dan bisa jadi mengakibatkan kejelekan bagi pelakunya atau orang lain.
5. Tidak mencandai orang yang tidak suka dengan candaan Sebab, hal ini bisa menimbulkan permusuhan dan memutus tali persaudaraan.
6. Tidak tertawa terbahak-bahak
Dahulu, tawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah dengan
senyuman, Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita sering
tertawa sebagaimana sabdanya.
“Janganlah engkau sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3400)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah menerangkan, “Ketahuilah, bercanda
yang dilarang adalah yang mengandung bentuk melampaui batas dan
dilakukan secara terus-menerus. Sebab, hal ini bisa menimbulkan tawa
(yang berlebihan), kerasnya hati, melalaikan dari mengingat Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan memikirkan hal-hal penting dalam agama. Bahkan,
seringnya berujung pada menyakiti orang, menimbulkan kedengkian, dan
menjatuhkan kewibawaan.
7. Tidak mengacungkan/menodongkan senjata kepada saudaranya
Sabda Nabi SAW (yang artinya), “Barangsiapa mengacungkan
besi kepada saudaranya, para malaikat akan melaknatnya, meskipun ia
saudara kandungnya.” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi dari Abu Harairah
radhiallahu ‘anhu)
Larangan mengacungkan senjata kepada saudara ini bersifat umum, baik
serius maupun bercanda. Sebab, manusia menjadi target setan untuk
dijerumuskan kepada kebinasaan. Dengan sedikit saja tersulut kemarahan,
seseorang bisa tega membunuh saudaranya dengan senjata itu.
8. Mengambil harta orang dengan bercanda
Tidak dibenarkan menurut agama seseorang bercanda dengan mengambil harta
atau barang milik saudaranya, lalu dia sembunyikan di suatu tempat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah salah seorang kalian mengambil barang temannya (baik)
bermain-main maupun serius. Meskipun ia mengambil tongkat temannya,
hendaknya ia kembalikan kepadanya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi,
dan al-Hakim. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan hasan dalam
Shahih al-Jami’)
Sisi dilarangnya mengambil barang saudaranya secara serius itu jelas,
yaitu itu adalah bentuk pencurian. Adapun larangan mengambil barang
orang lain dengan bergurau karena hal itu memang tidak ada manfaatnya,
bahkan terkadang menjadi sebab timbulnya kejengkelan dan tersakitinya
pemilik barang tersebut. (Aunul Ma’bud 13/346-347)
9. Tidak menakut-nakuti di jalan kaum muslimin
Menciptakan ketenangan di tengah-tengah masyarakat adalah hal yang
dituntut dari setiap individu. Tetapi, karena kebodohan dan jauhnya
manusia dari bimbingan agama, masih saja didapati orang-orang yang iseng
dan bergurau dengan menakut-nakuti di jalan yang biasa dilalui oleh
orang.
Bentuk menakut-nakutinya beragam. Ada yang modusnya dengan penampakan
bentuk yang menakutkan, seperti pocongan atau suara-suara yang
mengerikan, terutama di jalan-jalan yang gelap. Model bercanda seperti
ini sungguh keterlaluan karena bisa menyisakan trauma yang
berkepanjangan, terhalanginya seseorang dari keperluannya, bahkan
terhalanginya seseorang dari masjid dan majelis-majelis kebaikan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim
menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, lihat
Shahihul Jami’ no. 7659)
10. Berdusta untuk menimbulkan tawa
Apabila seorang bercanda dengan kedustaan, ia telah keluar dari batasan
mubah (boleh) kepada keharaman. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Celakalah orang yang bercerita lalu berdusta untuk membuat tawa
manusia, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
at-Tirmidzi, dan al-Hakim dari Mu’awiyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu.
Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakannya hasan dalam Shahih
al-Jami’)
Ia celaka karena dusta sendiri adalah pokok segala kejelekan dan
cela, sehingga apabila digabungkan dengan hal yang mengundang tawa yang
bisa mematikan hati, mendatangkan kelalaian, dan menyebabkan kedunguan,
tentu hal ini lebih buruk. (Faidhul Qadir 6/477)
Minggu, 09 November 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar